Mereka saling tahu dan mungkin saling
kenal. Mereka sudah saling bertemu, walau tak selalu, tak seperti yang lainnya,
tapi mereka saling beradu kata-kata rayu.
Acem dan Bechung. Dua anak muda yang
masih mencari jati dirinya. Acem yang selalu berpikir realistis, sedangkan
Becung yang begitu idealis. Mereka berkenalan dari dunia maya yang hanya tersentuh
oleh jemari, Mig33, Facebook. Lalu, comment yang merebak dari salah satu
tulisan, berpindah menjadi private message
yang menggelikan, aksi reaksi di
private message semakin hangat, mereka tetap bisa saling mendekap, walau dalam
jarak. Lambat laun mereka sadar, jika hubungan mereka berlanjut ke
jenjang yang lebih serius, maka mereka bisa saling melengkapi, saling berbagi,
saling menyemangati lalu diselingi saling mencintai.
Acem dan Bechung. Mereka berbeda dan
tak sama. Mereka benar-benar hidup dalam dunia yang berbanding terbalik.
Perbedaan tetap menjadi jurang, sementara Acem dan Bechung tak berusaha membuat
jembatan. Awalnya, semua terasa biasa saja, tapi mereka tak pernah tahu kalau
kejujuran yang berbicara
Acem dan Bechung. bechung seringkali
ragu pada Tuhan. Kadang dia tak mengerti rencana Tuhan. Seringkali dia merasa
bahwa Tuhan memberi harapan palsu. Kalau Tuhan saja memberi harapan palsu,
apalagi ciptaanNya?
Acem dan Bechung. Mungkin Mereka
sama-sama penat, mereka sama-sama merasa tercekat, Sekarat dan membisu karena
rindu.
Tapi, semua telah berakhir, setiap cerita
punya awal dan akhir dan cerita kita memang perpisahan yang sangat awal. Tak
ada lagi kamu yang mengagetkanku di inbox, tak ada lagi kamu yang kunanti
saat online facebook, tak ada lagi kamu yang menjadi sebab pulsaku habis. Ya,
tak ada lagi kamu yang menyebabkan senyum dan tawaku setiap hari.
Perpisahan selalu datang saat kita
belum siap kehilangan, dan aku hanya sebagian kecil orang yang merasakan itu,
entah kamu. Sekarang kita punya jalan hidup masing-masing, punya masa depan
masing-masing, dan punya rencana masing-masing. Adilkah? Dan ku tahu adil dalam
“persepsi” Tuhan selalu berbeda dengan adil yang dipersepsikan manusia.
Karena percuma mataku perih untuk
seseorang yang memang tak akan pernah mau kembali, karena percuma ada rintik
lembut dikelopak mata, jika memang semua harus berakhir. Karena percuma
mengharapkan seseorang yang mendekati sempurna seperti kamu. Aku tahu kamu
butuh ruang. Ini bukan soal maya atau instan, tapi soal aku dan kamu yang tidak
lagi menjadi kita.
Dan, selamat tinggal untuk mimpi
tertunda itu, aku tidak akan bisa melihatmu pulang kerja dengan wajah kucel dan
letih, aku tidak akan bisa merasakan pelukan dan kecup hangatmu di pagi hari,
tidak ada suara setengah beratmu yang membangunkan ku. Oh, betapa saya
juga mencintai pria sehebat kamu.
Aku masih menyimpan sms-mu bukan karena
mengujimu, tapi karena tak ada “obat” rindu seperti tulisan kecilmu yang setia
berdiam di inbox-ku , karena kau selalu sibuk seharian, karena kita tak bisa
berkomunikasi layaknya pasangan normal.
Well, no more Acem and Bechung,
setidaknya cerita kita pernah ada, walau hanya meminjam 485 hari dari waktu
yang diberikan Tuhan. Dulu, aku sangat takut kehilangan kamu, tapi mungkin
inilah waktu terbaik untuk membiarkan punggungmu berlalu meskipun aku belum
siap, bahkan belum ikhlas. Inilah yang disebut cinta, membiarkan semua mengalir
tanpa arah, seperti yang kau bilang dulu kan??
Aku tidak pernah melupakan detail-mu,
se-inci pun.
2 comments:
tinggalkaN komentar mU.... ^_^